Sc : NU Online |
Salah satu kebiasaan para ulama adalah tirakat dan riyadhah. Kata tirakat adalah penjawaan dari kata Arab, thariqah yang bermakna “jalan yang dilalui”. Bahasa Indonesia kemudian menyerap kata ini menjadi tirakat dan tirakatan. Tirakat berarti menjalani laku spiritual untuk mencapai sesuatu yang diiinginkan. Disebut pula oleh kalangan pesantren dengan riyadhah, yaitu menjalani laku mengendalikan dan mengekang hawa nafsu.
Kata riyâdhah diambil dari kata ar-Riyâdhu, ar-Raudhu yang semakna dengan kata atTamrin yang mengandung makna latihan atau melatih diri. Menurut istilah adalah latihan penyempurnaan diri secara terus menerus melalui zikir dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Dalam Menjalani tirakat diyakini akan mampu menjadikan kualitas spiritual semakin dekat dengan Allah dan hajat bisa dikabulkan, bila dilakukan dengan benar dan diselesaikan secara purna.
Riyadhah adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk menuju Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Bentuknya bisa berupa wiridan secara rutin dan lainya. Ada manfaat lain selain dekat kepada Allah, yaitu munculnya aura dan kharisma dari kita.
Dalam masyarakat pesantren, tirakat menggabungkan pengekangan dan pengendalian hawa nafsu (riyadhah) dan penempuhan jalan tertentu (thoriqat) untuk mencapai yang diinginkn.
Riyadhah adalah bagian dari tradisi pesantren yang masih dilestarikan sampai sekarang, tradisi riyadhah sudah dicontohkan atau dipraktekkan oleh Nabi, Sahabat, Tabi’in hingga para Raja dan Kyai di Nusantara meskipun secara implisi atau tersirat. Tradisi riyadhah merupakan bagian dari proses pembersihan diri (tazkiyyatun nafs) dan penyerahan diri secara total bahwa manusia tidak mempunyai kekuatan selain kekuatan dari Allah SWT.
Karena itulah, tidak jarang orang tua di kalangan masyarakat kita menjalani tirakat agar anaknya dikaruniai ilmu yang bermanfaat, menjadi 'arifin, dan lain-lain. (Sumber: Ensiklopedi NU)
Penulis : Sahabat Moch. Supriadi
comment 0 Comments
more_vert